PDM Kota Pekalongan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Pekalongan
.: Home > Artikel

Homepage

MUHAMMADIYAH MERETAS JALAN KEMBALI

.: Home > Artikel > PDM
22 Juli 2013 18:18 WIB
Dibaca: 2286
Penulis :

MUHAMMADIYAH MERETAS JALAN KEMBALI

 

APA yang bakal terjadi seandainya bumi kita ini beredar tanpa matahari? jawabannya, tentu, semua akan jadi serba gelap. Dan apa yang kita sebut sebagai "dunia" agaknyatak akan pernah nyata. Lalu bumi yang kita diami, yang menurut para ahli masih akan beredar selama kurang lebih lima milyar tahun Iagi, pastilah telah lama mati : berhentimemproduksi kehidupan. Karena mata hari, Sang Surya, adalah lambang, atau bahkan kehidupan itu sendiri.

 

Begitu pula halnya dengan Muhammadiyah. Organisasi massa Islam yang memiliki lambang Sang Surya ini, pernah pada suatu masa, dan terus berusaha selamanya, menyinari bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Islam. Ketika pertama didiri-kan, pada 1912, masa bangsa kita tengah bangkit dalam suatu pergerakan nasional melawan imperialisme BeIanda, Muhammadiyah menjelmakan dirinya menjadi pelopor "Penyadaran rakyat". KH Ahmad Dahlan, pendirinya yang mula-rnula, adalah tipe seorang ulama intelektual yang sangat gigih memperjuangkan "pernbebasan": pembebasan masyarakat Islam dari belenggu tahayul. Atau dalamistilah teknis para fuqoha: bid'ah yang menyesatkan!

 

Tak heran jika oleh sementara pengamat gerakan keagamaan, organisasi Muhammadiyah di sebut-sebut dengan istilah mentereng: gerakan pernbaharu pemahaman Islam. Sebutanini agaknya tidaklah berlebihan. Muhammadiyah yang mewarisi semangat tokoh-tokoh pembaharu Islam, seperti Rasyid Ridho, Muhammad Abduh, Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad Ibn Abd al-Wahab, atau tokoh pernbaharu besar dari mazhab Hambali, IbnTaimiyyah, benar-benar menunjukkan kapasitas intelektualnya dalam menghadapi tantangan zaman.

 

Tokoh-tokoh pembaharu tersebut, tentu saja, sangat berpengaruh pada benak pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan. Dengan ketajaman pikirannya ulama-intelektual kelahiran Yogyakarta ini mencoba mengernbangkan wawasan berpikir, yang bagi masyarakat Islam Indonesia waktu itu masih dianggap "terlalu rnaju". Ulama-intelektual bernama kecil Muhammad Darwis, putra seorang penghulu keraton Yogyakarta Hadiningrat, itu melontarkan satu isyu: bahaya bid'ah terhadap akidah umat Islam.

 

Bisa diduga, pengaruhnya segera menyebar. Pengeramatan kuburan- kuburan, orang-orang suci, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, menjadi sasaran gerakan Muhammadiyah. Karena dari sinilah munculnya berbagai penyelewengan, serta tumpulnya daya kritis rakyat, lebih-lebih pengaruhnya pada kemandekan intelektual.

 

Tak cuma itu. Sikap KH Ahmad Dahlan yang sangat egaliter, serta energinya yang bagai tak habis-habis memberantas kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan umat Islam Indonesia, telah mengilhami para pengikutnya untuk terus bahu-membahu mengembangkan organisasi Muhammadiyah. Dan bagai bola salju, begitu menggelinding, maka tak ada yang mampu mencegahnya. la terus bergutir dari waktu ke waktu,dari tahapan sejarah ke tahapan sejarah, makin lama makin besar clan matang. Tak heran jika Drs. Mustaghfirin, Kepala Kantor Depag Kodia Pekalongan, menyebutnya sebagai orrnas yang "tumoto". Artinya, tertata sangat rapi jaringan organisasiya.

 

Selanjutnya, Drs Mustaghfirin mengungkapkan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah selama ini cukup berhasil. "Penclirian sekolah-sekolah, penyantunan anak- anak yatim, pengembangan balai pengobatan ummat dan lain" sebagainya".

 

Semua kegiatan amal-usaha tersebut telah membawa Muhammadiyah ke tingkat yang mapan sebagai organisasi massa. Prestasi besar ini agaknya pantas untuk dicatat. Ratusan lembaga pendidikan, dari TK " sampai Perguruan Tinggi, kini menjadi ladang pengelolaannya. Puluhan Rumah Sakit Bersalin, dan ratusan Panti Asuhan, kini telah berkembang dan menjadi medan pengabdian organisasi massa ini pada masyarakat luas.

 

Namun, seperti kata pepatah "tak ada gading yang tak retak", tentu saja Muhammadiyah juga mengidap kelemahan. Dan ini menjadi tantangan bagi generasi penerusnya. Adakah Muhammadiyah mampu mempertahankan prestasi yang telah diperolehnya selama ini ? Adakah generasi muda Muhammadiyah sanggup memelihara warisan besar yang ditinggalkan oleh para pendirinya, terutama sernanqat, pengabdian serta VISI kecendekiawanan KH Ahmad Dahlan. Agaknya inilah soalnya.

 

Seperti dikatakan oleh AMadjib Buchori, SH, dosen fakultas hukum Universitas Pekalongan clan fakultas Syari'ah IAIN- Walisongo Pekalongan, bahwa sebagai organisasi massa, Muhammadiyah, kini tengah mengalami kemandekan. Terutama dibidang pemikiran. "Kita Iihat saja usulan Dr HM Amin Rais, Ketua Umurn PP Muhammadiyah, tentang zakat profesi. Sama sekali tidak digubris. Padahal konsep zakat yang klasik itu perlu diperbaharui," katanya bersemangat. .

 

Sebagai contoh, sosiolog lulusan UGM, itu mengemukakan bahwa dalam aturan fiqh tradisional konsep zakat profesi tidak ada. Karena pada masa dahulu, yakni Abad pertengahan, ketika doktrin zakat dirurnuskan, yang menjadi orang kaya adalah para petani. Sehingga konsep za kat dikenakan pada hasil-hasil pertanian. Nah , sekarang kondisinya berubah. Para petani sekarang kebanyakan petani miskin yang tidak memiliki Iahan (sawah). Mereka cuma petani penggarap. Sedangkan orang- orang kaya kini didominasi oleh para pengusaha, kaum profesional rnaupun birokrat. Jadi sudah selayaknya mereka dikenakan zakat profesi. Ini sesuai dengan moral keadilan sosial yang digariskan oleh ajaran Islam.

 

"Tapi    apa yang terjadi ? Ketika konsep zakat profesi dimunculkan ternyata tak ada tanggapan menggembirakan dari kalangan elite Muhammadiyah. Jadi ini kemandekan intelektual,"  kata pengamat sosial yang aktif diperkumpulan silat     (Tenaga Dalam) Satria Nusantara ini.

 

Soal kemandekan intelektual ini memang pernah menjadi isyu yang hangat di lingkungan elite Muhammadiyah. Tak kurang dari Dr Ahmad Syafi'i Maarif sendiri yang angkat bicara. Menurut Sekretaris PP Muhammadiyah inl sudah masanya ormas Islam yang sudah cukup tua ini membentuk sebuah "tangki pemikir", yang bertugas khusus menjadi "filsufnya Muhammadiyah". Para ulama-intelektual-cende klawan yang menjadi anggota "tangki pemikir" ini harus mengembangkan wawasan keislaman seluas-luasnya, baik di bidang fiqh, teologi, filsafat, maupun di bidang ilmu-ilmu sosial. Pokoknya merumuskan kembali keseluruhan metodologi pemahaman Muhammadiyah terhadap misi AI-Qur'an dan Sunnah Nabi.

 

Ini memang tugas besar yang, tentu saja menggelitik untuk diperkatakan, namun dalam kenyataannya susah dipraktekkan. Karena semua itu menghendaki persyarakatan yang tidak tanggung-tanggung: Adakah cita-cita itu terlampau besar ?

 

Jawabannya, tentu tergantung dari mana orang memandangnya. Betapapun beratnya tugas itu, tetap harus dipikul. Ini menjadi tantangan yang mau tak mau mesti diselesaikan. Agar ormas Islam ini tak seperti yang disinyalir oleh AMajid Buchori,SH, yakni bahwa Muhammadiyah sebetulnya, tak beda jauh dengan ormas-ormas Islam lainnya. Artinya, sebutan sebagai gerakan pelopor pembaharu pemahaman Islam tak lagi lekat pada gerakan Muhammadiyah.

 

"Yang membedakan Muhammadiyah dengan ormas Islam lain hanyalah proses kelahirannya. la betul-betul gerakan pembaharuan. Tapi dalam kenyataan selanjutnya, ketika organisasi ini sudah mapan, maka semangat pembaharuannya sudah berhenti. Jadi sama-sama taqlid. Kalau NU menggunakan lembaga Syari'ah, maka Muhammadiyah menqgunakan tarjih sebagai imamnya."

 

Namun pendapat semacam ini sudah barang tentu tak begitu saja disetujui oleh kalangan elite Muhammadiyah lainnya. Basuni, BA, Ketua II PDM Kodia Pekalongan, misalnya, membantah keras jika Muhammadiyah disebut sebagai "rnuqollid". Dengan semangat membela, staf Pengadilan Agama Kabupaten Pemalang itu mempertanyakan keabsahan tuduhan semacam itu. Sebab, menurutnya, Muhammadiyah tidak pernah menggunakan pendapat seseorang, entah itu kiyai, ulama, atau imam-imam. Tetapi langsung merujuk kepada tarikat Muhammadiyah, dengan menjadikan Al-Quran dan hadist-hadist sahih sebagai pedoman. Dus ,Muhammadiyah tidak bermazhab.

 

Menjawab pernyataan bahwa Muhammadiyah bermazhab    Wahabi, Basuni, BA menjawab bahwa Muhammad ibn Abd al-Wahab sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai pendiri aliran Wahabi, yang perurnusannya muncul sekitar abad 18 Masehi. "Apa yang dilakukan oleh Muhammad ibn Abd Al-Wahab adalah mengikis habis perilaku agama yang menyesatkan, yakni praktek bid'ah dan khurafat," sergahnya berapi- api. Terlepas dari soal pro-kontra. Muhammadiyah masih akan terus melancar ke depan. Dan tantangan masa depan barangkali menjadi tanggung jawab sepenuhnya generasi masa kini. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa sekarang ini. terutama dalam menghadapi PJP II. adalah saat yang paling tepat bagi ormas Islam yang berusia 84 tahun ini untuk segera introspeksi: melakukan refleksi total atas apa yang telah dikerjakannya selama ini. Lalu berbagai gugatan, kritik, serta pernikiran segar mesti diterima dengan lapang dada. Fastabiq al- Khairat, berlomba-lomba dalam kebajikan menjadi motivasi yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.

 

Seperti dikatakan oleh Dr. Soejatmoko, cendekiawan dan mantan Rektor Universitas PBB di Tokyo yang telah almarhum ini, bahwa ada saat-saat tertentu bagi segala sesuatu yang hidup di dunia ini untuk sejenak berhenti bekerja. Ada saat-saat tertentu ketika kita mesti berhenti melakukan segala aktifitas. Dan dengan pikiran serta hati yang jernih berusaha untuk merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan selama ini dan apa yang mesti kita lakukan untuk masa mendatang. Ada saat-saat tertentu ketika kita harus menjadi "manusia pertengahan", dengan satu kaki berdiri kokoh di masa silam sementara sebelah kaki yang lain menjejak di masa depan.

 

Barangkali mamahami hal inilah maka berbagai kalangan dan lapisan Muhammadiyah mulai mencoba merumuskan kembali program-programnya, menata langkah yang tepat untuk menjawab berbagai masalah yang muncul di sekitar masyarakat Islam Indonesia. Untuk. itu, pertama-tama persoalan yang digugat adalah gaya kepemimpinan serta pola pendekatan Muhammadiyah terhadap isyu-isyu yang merebak di sekitar kita. Adakah semua itu bisa diandalkan untuk menyelesaikan problem ummat? Atau perlu ada pembenahan ke dalam serta perubahan gaya serta pola pendekatan ?

 

Dalam kaitannya dengan masalah ini, Edi Supardi, ketua ICMI Kodia Pekalongan, melontarkan pendapat bahwa sudah saatnya dalam berdakwah Muhammadiyah benar-benar memperhatikan tingkat sosial-ekonomi, tingkat pendidikan pangsa pasarnya. Sebab, menurut Presdir PT Primatexeo Indonesia itu, ada kecenderungan bahwa pola pendekatan Muhammadiyah kurang memperhatikan masalah ini. Sehingga nampak terlalu legal-formal. Denqan demikian hanya diterima di masjid-masjid besar, serta kurang merambah ke surau-surau di kampunq-karnpung.

 

Khusus untuk kondisi Pekalongan, Edi Supardi menambahkan, "Muhammadiyah kurang strategis dalam mengelola pangsa pasar dakwahnya. Kurang dilakukan upaya untuk turun ke kampung-kampung, bergaul dengan jama'ah yang besar. lni tidak aneh. Karena agaknya pendiri Muhammadiyah di Pekalongan ini memang dari golongan elite, sehingga mereka hanya diterima di kalangan elite belaka." Pendapat ini sejalan dengan pemikiran A.Madjid Buchori, SH. Menurutnya,' dakwah Muhammadiyah cenderung menggunakan idiom-idiom yang sukar diterima oleh rakyat kelas bawah. Teologi yang dikembangkannya terlalu melambung-lam- bung, dan tidak turun lagi ke bumi. Maka perlu ada upaya pernbumisasian teologi. Dan dalam hal ini Muharnrnadiyah tak boleh curiga dengan sistem-sistem teologi yang dikernbangkan oleh golongan lain.

 

Sebagai contoh barangkali perlu dijelaskan tentang teologi yang dikembangkan oleh Muhammad ibn Abd Al-Wahab. Teologi Wahabi jarang sekali mengaitkan antara konsep tauhid dan keadilan sosial-ekonomi. Seolah-olah keduanya terpisah, dan tak merniliki hubungan integral. Dengan demikian konsep keadilan- sosial dikaji secara terpisah.

 

Jika seorang Wahabi berbicara tentang tauhid, maka arahnya hanyalah menyerang pengeramatan kuburan atau orang-orang suci belaka. Sehingga ada kesan bahwa konsep tauhid dibikin hanya untuk memberantas khurafat dan tahayyul belaka. Padahal dalam ayat-ayat Makkiyah yang awal, jelas sekali terlihat kaitan antara konsep tauhid dan konsep keadilan sosial-ekonomi. Tak ada tau hid jika tak ada keadilan sosial-ekonomi. Bahkan dalarn surat Al-Maaan disebutkan bahwa sholat seseorang bisa celaka apabila "enggan (menolong dengan) barang berguna" kepada siapa yang membutuhkan.

 

Jadi ada kaitan yang teramat erat antara konsep tauhid dan konsep keadilan-sosial. Lantaran itu tauhid yang benar adalah tauhid yang membumi, yang memiliki kaitan langsung dengan problem-problem kongkret kaum muatadh'afin. Dengan demikian Muhammadiyah "harus sanggup mengembangkan konsep teologi yang lebih berpihak kepada kaum bawah. Adakah soal ini yang menyebabkan gerakan Muhammadiyah tak mudah diterima oleh lapisan bawah masyarakat Islam? tentu persoalannya tak sesederhana itu. "Itu pandangan sernpit", bantah Basuni, BA. Menurut staf Pengadilan Agama Kabupaten Pernalang itu, sebenarnya tauhid Wahabi juga mengandung pesan-pesan sosiaf'ekonorni. Semua ada porsinya sendiri-sendiri.

 

"Yang menyebabkan Muhammadiyah sulit diterima adalah karena adanya persaingan yang tidak fair antar-ormas Islam. Padahal jika fair Muhammadiyah justru garnpang diterima, meskipun ajarannya leblh sulit. Karena Muhammadiyah berdasarkan AI- Qur'an dan Hadist Nabi yang sahih!" tandasnya bersemangat.

 

Terlepas dari soal itu agaknya yang perlu dilakukan oleh Muhammadiyah adalah kembali ke khittah 1912. Mencoba menggali kembali wawasan keagamaan dan sosial yang telah dengan susah payah dikembangkan oleh tokoh besar KH Ahmad Dahlan.
Agaknya lantaran menyadari persoalan ini, maka Edi Supardi, yang juga menjabat sebagai ketua I PDM Kodia Pekalongan, mempertanyakan: "Sudahkah proses kaderisasi, lembaga pendidikan, pengajian-pengajian, dan dakwah-dakwah yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah mengarah kepada pembentukan kepribadian serta
karakter seperti yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan ?"

 

Jika belurn, agaknya tak layak untuk terburu-buru menyalahkan masyarakat serta ormas Islam lainnya. Karena yang perlu dilakukan justru melakukan evaluasi yang jujur dan tekun.

 

"Kita bisa mulai dari lingkungan kita sendiri, guru-guru, murid-murid, para pengurus Muhammadiyah, keluarga serta warga kita sendiri," tambahnya dengan sungguh-sungguh.

 

Bahkan, agar Muhammadiyah bisa membumi, bisa merangkum aspirasi masyarakat Islam secara luas ,menurutnya, tak perlu segan untuk shalat bersama-sama orang kampung di surau-surau , menjadi makmum mereka, mencoba memahami cara berpikir mereka, dan lain sebagainya.

 

"Kalau perlu kita datang ke tempat tahlilan , jika kita memang diundang. Adapun soal tahlil itu sesuai atau tidak dengan ajaran Islam, itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab tuan : rumah yang mengundang kita."

 

Atau seperti yang dianjurkan oleh Drs. Mustaghfirin, bahwa dalarn berdakwah Muhammadiyah tak harus membawa bendera. Menurut Ka Kandepag Kodia Pekalongan, berdakwah dengan cara yang lebih baik telah menjadi pedoman Muhammadiyah. Jadi
tak perlu dengan menjelek-jelekkan ormas Islam lainnya. Dan ini terbukti sangat efektif.

 

Selanjutnya beliau mencontohkan, bahwa shalat tarawih sebelas rakaat kini telah menjadi mode dan dilakukan tak hanya oleh orang Muhammadiyah. "Padahal pada mulanya 'kan dari Muhamrnadlvah. Tapi Iantaran baik, 'kan lama-lama diterima oleh golongan lain. Bukankah ini satu contoh betapa efektifnya berdakwah tanpa membawa bendera," katanya dengan lernah lembut, "Disamping itu dakwah tanpa bendera bener-benar bisa memelihara ukhuwah Islamiyah!"

 

Namun, bergaul dengan orang banyak, merasakan suka duka kaum mustadh'afin, tentu saja menuntut satu metode sosial yang tepat. Dan di masa-masa yang akan datang organisasi Muhammadiyah bakal menghadapi tantangan yang tak kalah kerasnya. Tantangan itu tak hanya merebak di bidang keilmuan, pernikiran ataupun intelektual semata. Yang lebih rumit adalah tantangan di bidang keadilan-sosial. Sebuah kenyataan yang mau tak mau mesti dihadapi.

 

Adakah ormas Islam yang kini berusia 85 tahun ini siap memikul tugas itu? Apa persiapan yang mesti dilakukan? Gugusan langkah apa saja yang harus diambil, serta pola penyelesaian yang bagaimana yang paling tepat ?

 

Sebab, mau atau tidak, Muhammadiyah bakal berhadapan dengan problem itu: Demonstrasi kaum buruh, gerakan protes kaum tertin- das, sengketa tanah, serta pelanggaran hak-hak asasi manusia; pokoknya segala yang dikandung oleh "Program pengentasan kemiskinan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia!"

 

Padahal menurut Drs. A.Ghofar Djawahir, Sekretaris Eksekutif Kadin Kodia Pekalongan, Muhamraadiuah belum memiliki konsep yang matang dalam menangani persoalan buruh ini. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan tokoh atau kepemimpinan yang benar-benar mumpuni. Dalam kaitan ini Muhammadiyah bisa bekerja sama dengan organisasi lain, misalnya ICMI.

 

"Sebab kehadiran IeMI bukan untuk menyaingi Mirharnmadlyah, tetapi justru diadakan untuk menambal lobang-lobang yang ada pada ormas Islam lain. ICMI sesungguhnya bisa menjadi semacam laboratorium bagi Muhammadiyah," kata mantan Gubernur PII Jawa Tengah itu menyakinkan.

 

Sedang di bidang sosial ekonomi, agaknya sudah waktunya Muhammadiyah mempelopori pembentukan lembaga-lembagq keuangan yang bebas dari pranata bunga. Misalnya, seperti bank Islam, BPR Syari'ah dengan sistem bagi-hasil. Ini akan memperkuat ekonomi kaum mustadh'afin. Ini akan mempersempit ruang gerak para manipulator dan penghisapan ekonomi. Tetapi, khusus untuk kondisi Pekalongan, jika : bank Islam belum mungkin untuk dilaksanakan, maka Koperasi Keluarga Sakinah yang dimiliki PDM Kodia Pekalongar bisa ditingkatkan kegiatannya pada usaha sirnpan-pinjarn produktif bagi anggotanya dengan s iste rn bagi-hasil.

 

Menurut Kepala Departemen Pengembangan Industri Kecil ICMI Kodia Pekalongan itu , yang tak kalah pentingnya adalah mengefektifkan kembali konsep zakat. Harus ada perubahan orientasi pada masa- lah zakat. "Sebab, selama ini zakat yang diedarkan tak memilikl tolok ukur yang jelas. Akhirnya habis percuma untuk keperluan konsumtif." tandas bapak dua anak ini bersemangat.

 

Namun, tuntutan yang begitu banyak jika tak disertai dengan SDM (sumber daya manusia) yang memadai agaknya akan menguap begitu saja. Seperti asap yang hilang tanpa bekas. So, khusus untuk kondisi Pekalongan, masalah kaderisasi, masalah pengembangan SDM kader-kader Muhammadiyah harus ditata kembali dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Ini barangkali merupakan pilihan yang sulit, namun benar-benar menjanjikan. Untuk tak mengatakan sebagai -satu-satunya keharusan.

 

Masalah kaderisasi ini sebenarnya. sudah lama menjadi pemikiran dan konsentrasi para elite PDM Kodia Pekalongan. Hanya saja problemnya ternyata tak sesederhana yang disangka. Sekian program, sekian peningkatan profesionalitas. sekian langkah, semangat serta ketekunan teramat dibutuhkan.

 

Dan Edi Supardi, ketua I PDM Kodia Pekalongan, barangkali adalah salah satu yang sungguh-sungguh memikirkannya. Bisa dipahami jika beliau menganjurkan perlunya tenaga profesional yang digaji tetap oleh Muhammadiyah untuk mengaktifkan kembali mekanisme kerjanya. “Saya termasuk paling getol rnenganjurkan itu. Dan karena ini merupakan tugas suci, rnaka gajinya harus tinggi. Irnarn Masjid al-Hararn saja gajinya tinggi,kok. Ini sernua diperlukan untuk rnerapikan dan 'mernfungsikan seluruh majlis dan ortorn-ortom yang ada di Lernbaga Muharnmadiyah," katanya bersernangat.

 

Sedang A.Madjid Buchori rnengusulkan agar proses penjaringan kader dilakukan dengan jalan mengamati para aktifis yang memiliki kemampuan lebih dibanding yang lain. Caranya lewat forum-forum pertemuan, diskusi-diskusi rutin serta kegiatan lainnya bisa dipantau para peserta yang memiliki bobot lebih. Kemudian perlu juga dilakukan program-program sistematis lewat training-training berjenjang sesuai tingkatannya. Seperti yang pernah dilakukan oleh PII dengan program Basic Training, Mental Training maupun Advanced Training-nya. Nah, lembaga training di Muhammadiyah perlu diaktifkan guna menjaring bibit-bibit baru yang benar-benar slap menghadapi tantangan zaman. Yakni, kader-kader yang memiliki wawasan keagamaan dan sosial yang luas, yang punya komitmen kuat terhadap masa depan umat Islam, bangsa dan negara.

 

Namun, sehebat apapun gagasan dilontarkan jika tak disertai keikhlasan, kejujuran dan ketekunan agaknya bakal sia- sia. Sejarah pergerakan ormas-ormas Islam telah membuktikan ha! ini. Kita hidup dalam satu kurun yang membutuhkan lebih banyak energi untuk mengatasinya. Kita tidak tinggal di ruang hampa. Kita tengah mengahadapi sekian masalah, problem, serta kenyataan sosial yang makin lama makin merebak, Lalu, apa yang dapat engkau katakan Muhammadiyah? Kini apa tugasmu dan apa kewajibanmu ?

(Amirul Chaq Aka, A. Choliq Reza, Amrizal Yasmine, Drs. Abuzar - PDM 1994 / 1415 H).

 

diposting dan diupload oleh tubagus ms


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website