PDM Kota Pekalongan - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Pekalongan
.: Home > Artikel

Homepage

KADERISASI MUHAMMADIYAH TANTANGAN KINI DAN ESOK

.: Home > Artikel > PDM
22 Juli 2013 16:29 WIB
Dibaca: 2720
Penulis :

KADERISASI MUHAMMADIYAH

TANTANGAN KINI DAN ESOK

Oleh: M. MUSLIM UTOMO

 

MASALAH pengembangan sumber daya manusia (PSDM) selalu menjadi pembicaraan menarik dari waktu ke waktu. Isyu ini kembali mencuat menjelang Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II), Sedikitnya ada dua menteri yang getol mengkampanyekan masalah ini, Prof. Dr.B.J. Habibie dan Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro.

 

Di luar lingkup pemerintahan, . isyu PSDM juga rnarak dibicarakan. Tentu ·bukan karena latah kalau Muhammadiyah berbenah, ikut mempersiapkan diri. Bahkan jauh sebelumnya, Muhammadiyah telah mengantisipasi masalah ini. Ada dua polayang jadi stressing point Muhammadiyah. Pertama pengembangan sumber daya manusia yang berorientasi,pinjam istilah Malik Fadjar· "populis" (melalui lernbaga pendidi kan formal) dan kedua, pengembangansumber daya manusia yang berorientasi pada "pencetakan" kader penggerak/ pimpinan.

 

Kedua pola PSDM di atas mempunyai interrelasi yang sangatkorelatif. Qualified leader akan bermunculan dari masyarakat utama(umat berkualitas). Dan masyarakat utama akan sulit terbentuk 'tanpa     arahan pimpinan yang berkualitas pula. Kedua pola tersebut perlu dikembangkan secara simultan dan sinergis.Tanpa bermaksud mengurangi urgensi pendidikan di lembaga formal, tulisan ini akan menekankan pada pembahasan kaderisasi. Menurut Program Badan Pendidikan Kader (BPK) Muhammadiyah 1990-1995, program perkaderan merupakanupaya penyiapan tenaga-tenaga penggerak Persyarikatan (Muhammadiyah) yang mampu memahami dan melaksanakan gerak ke dalam dan ke luar secara fungsional dalam Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, yang beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, menuju terwujudnya masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhoi Allah Subhanahuwata'alaUntuk merealisasikan upaya di atas, Badan Pendidikan Kader (BPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam rapat kerja nasional (Rakernas) di Yogyakarta, 11-13 Oktober 1991 telah menghasilkan berbagai kebijaksanaan, yang meliputi konsep pembinaan kualitas personal, konsolidasi- konsolidasi program, konsolidasi wilayah dan daerah, dan pengadaan sarana dan prasarana. Konsep-konsep ini diharapkan mampu mengantisipasi keadaan jaman yang bergulir & berubah sangat cepat. Keseriusan BPK tampak pada penyiapan instrumen materi yang cukup komprehensif. Dimulai dari peletakan dasar ideologis, penanaman metode penguasaan masalah secara epistemologis hingga penana     man pemahaman strategi gerakan. Meski tidak mendalam, (materi) sentuhan teknologi mulai diperkenalkan. Materi kemuhammadiyahan mendapat porsi khusus. Hal ini wajar, mengingat program perkaderan diharapkan melahirkan kader Persyarikatan (Muhammadiyah) dl samping sebagai kader ummat dan kader bangsa. Melihat sosiologi umat Islam yang . belum sepenuhnya mantap, penargetan fungsi kader Persyarikatan perlu mendapat perhatian ekstra cermat. Secara makro, fungsi ini cukup krusial. Penanaman spirit of Muhammadiyah yang tidak tepat justru akan menghasilkan kader yang berwawasan sempit (chauvinistic). Sulit menerima keberaran dari luar kelompoknya, dan cenderung mengabaikan jasa kelompok lain. Terlebih program perkaderan juga disasarkan sejak dini pada angkatan muda. Apabila hal ini terjadi, akan sia-sialah upaya yang telah dilakukan A.R. Fachrudin, Amin Rais dan tokoh-tokoh Muhammadiyah lain untuk menggalang persatuan umat. Muhammadiyah dan umat Islam Indonesia secara umum akan kembali mundur dua puluh tahun ke belakang.

 

Keseriusan Muhammadiyah dalam PSDM juga akan menghadapi berbagai tantangan lain. Pertama, masalah pendanaan. Sebuah studi di Amerika Serikat (AS) menemukan data, organisasi-organisasi di AS membelanjakan lebih dari 100 trilyun dollar Amerika untuk keperluan PSDM pertahun (Jack J. Philip, 1991).Sementara, BPK pp Muhammadiyah mendapatkan angka RP 350.000.000,00 untuk pendirian satu Pusat Pendidikan & Latihan (Pusdiklat) Kader yang representatif. Biaya tersebut  belum mencakup paket materi, biaya training/pendidikan, biaya perawatan, depresiasi gedung dan peralatan, biaya riset & pengembangan, biaya tenaga ahli dan biaya lainnya.

 

Kedua, Muhammadiyah harus Muhammadiyah, terutama di tingkat nasional dan wilayah, memiliki kesibukan yang luar biasa. Tenaga &  pikiran mereka semakin dibutuhkandi banyak tempat. Mobilitas yang tinggi ini sedikit banyak akan mempengaruhi perhatian mereka ke organisasi. Apabila pimpinan Muharnmadiyah terlambat melakukan kaderisasi dan tingkatan pimpinan di bawah (PDM/PCMlPRM) memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap tingkatan pirnpinan di atasnya, maka Muhammadiyah akan mengalami stagnasi organisasi. Pendapat serupa yang telah beredar di kalangan pengamat akan terjastifikasi.

 

Hal lain yang perlu dibenahi adalah masalah references. Ada dua poin yang perlu dicermati. Pertama, pengadaan perpustakaan yang representatif. Kaderisasi tanpa buku pustaka yang memadai sama halnya dengan tentara kehilangan senjata. Kedua, pengadaan buku-buku terjemahan. Sungguh ironis, Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam memerlukan waktu sepuluh tahun untuk menerbitkan terjemahan buku-buku berbahasa Arab, sedang buku-buku manajemen berbahasa Inggris hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari satu tahun untuk sampai di Indonesia.

 

Untuk mengoptimalisasi PSDM, Muhammadiyah perlu memanfaatkan keberadaan perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah (PTM) untuk beberapa kegiatan kaderisasinya. Kerja sama ini sangat mutualitif. PTM melalui fakultas, pusat penelitian dan lembaga lainnya akan mensupport BPK. PTM sebagai Silicon Valleynya Muhammadiyah dapat memanfaatkan penguasaan keilmuannya, baik teknologi maupun ilmu-ilmu sosial (Manajerial, Psikologi, Sosiologi, dsb). Kader akan memperoleh ilmu secara integratif.

 

Dengan pendekatan multidisiplin, kader Muharnrnadiyah dapat melihat persoalan secara komprehensif. Bagi PTM, secara tidak langsung, melalui interaksi ini, PTM akan dapat meningkatkan daya saing terhadap perguruan tinggi lain. Kerjasama serupa perlu dikembangkan dengan lembaga-lembaga di luar lingkungan Muhammadiyah. Terutama dengan lernbaga dengan spesialisasi bidang yang belum tersentuh Muhammadiyah. Muharnrnadiyah memiliki aset yang tidak ternilai. Dengan aset yang telah ada, Muhammadiyah akan mampu melipat gandakan aset terpentingnya, sumber daya manusia. Namun, bila perubahan jaman tidak diantisipasi, keberhasilan kaderisasi hanya akan jadi impian.

 

dipostiing dan diupload oleh tubagus ms


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website